Pluto
planet kerdil dalam Tata Surya
Pluto (nama planet minor: 134340 Pluto) adalah planet katai di sabuk Kuiper dan objek trans-Neptunus pertama yang ditemukan. Pluto merupakan planet katai terbesar dan bermassa terbesar kedua di Tata Surya dan benda terbesar kesembilan dan bermassa terbesar kesepuluh yang mengorbit Mataharisecara langsung. Pluto merupakan objek trans-Neptunus dengan volume terbesar dan massa yang sedikit lebih kecil daripada Eris, planet katai di piringan tersebar. Layaknya objek lain di sabuk Kuiper, Pluto terdiri dari batu dan es[13] dan relatif kecil—kurang lebih seperenam massa Bulan dan sepertiga volume Bulan. Pluto memiliki orbit eksentrisdan miring dengan jarak 30 sampai 49 satuan astronomi (4,4–7,3 miliar km) dari Matahari. Ini berarti ada saatnya Pluto lebih dekat ke Matahari daripada Neptunus; resonansi orbityang stabil dengan Neptunus membuat kedua planet ini tidak bertabrakan. Pada tahun 2014, Pluto berjarak 32,6 sa dari Matahari. Cahaya Matahari butuh waktu 5,5 jam untuk mencapai Pluto pada jarak rata-ratanya (39,4 sa).[14]
Pluto ditemukan tahun 1930 dan awalnya dinyatakan sebagai planet kesembilan dari Matahari. Setelah 1992, status planetnyadipertanyakan setelah para astronom menemukan sabuk Kuiper, lingkaran objek di luar Neptunus yang mencakup Pluto dan benda-benda lainnya. Tahun 2005, Eris, yang massanya 27% lebih besar daripada Pluto, ditemukan. Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengeluarkan definisi resmi "planet" untuk pertama kalinya pada tahun 2006.[15] Pluto tidak sesuai dengan definisi ini dan dipindahkan ke golongan "planet katai" yang baru saja dibuat, lebih tepatnya plutoid.[16] Sejumlah astronom meyakini bahwa Pluto masih dianggap sebagai planet.[17][18][19]
Pluto sejauh ini diketahui memiliki lima satelit: Charon (terbesar; diameternya separuh diameter Pluto), Styx, Nix, Kerberos, dan Hydra.[20] Pluto dan Charon kadang dianggap sistem biner karena barisenter orbit mereka terletak di antara kedua objek ini.[21] IAU belum meresmikan definisi planet katai biner, dan Charon dinyatakan secara resmi sebagai satelit Pluto.[22]
Sejarah
Penemuan
Pada tahun 1840-an, Urbain Le Verriermenggunakan mekanika Newton untuk memperkirakan posisi planet Neptunus yang saat itu belum ditemukan setelah menganalisis perturbasi di orbit Uranus.[29]Pengamatan Neptunus pada akhir abad ke-19 membuat para astronom berspekulasi bahwa orbit Uranus dipengaruhi oleh planet lain selain Neptunus.
Tahun 1906, Percival Lowell—seorang warga Boston yang mendirikan Observatorium Lowell di Flagstaff, Arizona, pada 1894—merintis proyek jangka panjang untuk mencari planet kesembilan yang ia juluki "Planet X".[30]Pada 1909, Lowell dan William H. Pickeringmemberi beberapa perkiraan koordinat langit untuk planet tersebut.[31] Lowell dan observatoriumnya melakukan pencarian ini tanpa hasil sampai ia meninggal dunia tahun 1916. Tanpa sepengetahuan Lowell, surveinya menangkap dua foto Pluto yang kabur pada tanggal 19 Maret dan 7 April 1915, tetapi statusnya belum diketahui saat itu.[31][32]Terdapat empat belas pengamatan pratemuan lainnya waktu itu; temuan tertua dilakukan oleh Observatorium Yerkes tanggal 20 Agustus 1909.[33]
Karena terlibat sengketa hukum selama sepuluh tahun dengan Constance Lowell, istri Percival, yang berusaha merebut bagian warisan observatorium Lowell senilai jutaan dolar, pencarian Planet X dihentikan sampai tahun 1929.[34] Direktur observatorium, Vesto Melvin Slipher, langsung menyerahkan tugas pencarian Planet X ke Clyde Tombaugh, seorang warga Kansas berusia 23 tahun yang didatangkan ke Observatorium Lowell karena Slipher terpesona oleh sampel gambar astronominya.[34]
Tugas Tombaugh adalah memetakan langit malam secara sistematis melalui beberapa pasangan foto, lalu mempelajari setiap pasangan foto dan menentukan objek-objek yang berpindah posisi. Menggunakan pembanding kedip, ia dengan cepat memindah-mindahkan setiap lempeng foto untuk menciptakan ilusi gerak objek yang berpindah posisi atau berubah bentuk. Pada tanggal 18 Februari 1930, setelah satu tahun mencari, Tombaugh menduga ada objek yang bergerak di lempeng foto yang diambil tanggal 23 dan 29 Januari 1930. Foto berkualitas lebih rendah yang diambil tanggal 21 Januari membuktikan pergerakan tersebut.[35] Setelah pihak observatorium mengambil foto-foto lain untuk memperkuat bukti tersebut, kabar penemuan ini disampaikan ke Harvard College Observatorytanggal 13 Maret 1930.[31]
Nama
Penemuan ini diliput secara luas di seluruh dunia. Observatorium Lowell, pemegang hak pemberian nama objek baru ini, menerima lebih dari 1.000 sumbangan nama dari seluruh dunia, mulai dari Atlas sampai Zymal.[36] Tombaugh meminta Slipher menyumbang nama untuk objek ini sebelum didahului orang lain.[36] Constance Lowell mengusulkan Zeus, Percival, dan Constance. Usulan tersebut diabaikan.[37]
Nama Pluto, diambil dari dewa dunia bawah, diusulkan oleh Venetia Burney (1918–2009), pelajar berusia 11 tahun asal Oxford, Inggris, yang tertarik dengan mitologi klasik.[38] Ia mengusulkan nama ini saat sedang bercakap-cakap dengan kakeknya, Falconer Madan, mantan pustakawan di Bodleian Library, Universitas Oxford. Madan meneruskan usulan nama tersebut ke dosen astronomi Herbert Hall Turner. Turner menyampaikannya ke rekan-rekannya di Amerika Serikat.[38]
Objek ini memiliki nama resmi pada 24 Maret 1930.[39][40] Setiap anggota Observatorium Lowell diberi hak suara untuk memilih satu dari tiga nama: Minerva (sudah menjadi nama asteroid), Cronus (reputasinya rendah karena diusulkan oleh astronom Thomas Jefferson Jackson See yang kurang tepercaya), dan Pluto. Pluto mendapat suara bulat.[41] Nama ini diumumkan tanggal 1 Mei 1930.[38] Setelah diumumkan, Madan memberikan Venetia hadiah sebesar £5 (setara dengan £290, atau $430 USD tahun 2016),[42].[38]
Pilihan nama ini didorong oleh fakta bahwa dua huruf pertama Pluto adalah inisial Percival Lowell, dan simbol astronomi Pluto ( , unicode U+2647, ♇) merupakan monogram yang dibentuk dari huruf 'PL'.[43]Simbol astrologi Pluto mirip dengan simbol Neptunus ( ), tetapi memiliki lingkaran tambahan di tengah trisula ( ).
Nama ini pun langsung disambut secara luas. Pada tahun 1930, Walt Disney tampaknya terinspirasi oleh nama ini setelah ia memperkenalkan anjing pendamping Mickey Mouse bernama Pluto, tetapi animator DisneyBen Sharpsteen tidak dapat mengonfirmasi sebab anjing tersebut diberi nama demikian.[44] Tahun 1941, Glenn T. Seaborgmengadopsi nama elemen kimia plutoniumdari planet Pluto sesuai tradisi penamaan planet baru. Plutonium diberi nama setelah uranium, dari Uranus, dan neptunium, dari Neptunus.[45]
Sebagian besar bahasa di dunia menggunakan nama "Pluto" dalam berbagai transliterasi.[h] Dalam bahasa Jepang, Houei Nojiri mengusulkan terjemahan Meiōsei (冥王星, "Bintang Raja (Dewa) Dunia Bawah"), dan kata ini dipinjam oleh bahasa Cina, Korea, dan Vietnam.[46][47][48] Sejumlah bahasa di Indiamemakai nama Pluto, sedangkan bahasa-bahasa lainnya seperti Hindi memakai nama Yama, Penjaga Neraka dalam mitologi Hindudan Buddha, demikian halnya dengan bahasa Vietnam.[47] Rumpun bahasa Polinesiacenderung memakai nama dewa dunia bawah pribumi, misalnya Whiro dalam bahasa Maori.[47]
Planet X
Setelah ditemukan, redupnya Pluto dan tidak adanya piringan pasti membuat gagasan Planet X Lowell diragukan.[30] Perkiraan massa Pluto diperkecil terus menerus sepanjang abad ke-20.[49]
Astronom awalnya menghitung massa Pluto berdasarkan dugaan pengaruhnya terhadap Neptunus dan Uranus. Pada tahun 1931, Pluto diperkirakan memiliki massa yang kurang lebih sama dengan Bumi. Perkiraan tahun 1948 menyamakan massa Pluto dengan massa Mars.[51][53] Tahun 1976, Dale Cruikshank, Carl Pilcher, dan David Morrison dari Universitas Hawaii menghitung albedoPluto untuk pertama kalinya dan membuktikan bahwa albedo Pluto sesuai dengan ciri-ciri es metana; ini berarti Pluto sangat cerah untuk planet seukurannya sehingga ukurannya pasti kurang dari 1 persen massa Bumi.[54] (albedo Pluto 1.3–2.0kali lebih besar daripada albedo Bumi.[2])
Pada tahun 1978, penemuan satelit Pluto, Charon, memungkinkan pengukuran massa Pluto untuk pertama kalinya: kurang lebih 0,2% massa Bumi, dan terlalu kecil bila ikut mempertimbangkan ketidaksesuaian di orbit Uranus. Beberapa pencarian Planet X alternatif selanjutnya, terutama oleh Robert Sutton Harrington,[56] gagal. Tahun 1992, Myles Standish menggunakan data penerbangan Voyager 2 saat melewati Neptunus tahun 1989 yang merevisi perkiraan massa Neptunus menjadi 0,5%—sebanding dengan massa Mars—untuk menghitung ulang pengaruh gravitasi Pluto terhadap Uranus. Dengan perhitungan baru, ketidaksesuaian orbit dan pencarian Planet X tidak berlaku lagi.[57] Kini, hampir semua ilmuwan sepakat bahwa Planet X sesuai definisi Lowell tidak pernah ada.[58] Lowell membuat prediksi orbit dan posisi Planet X pada tahun 1915 yang persis dengan orbit dan posisi Pluto pada saat itu. Setelah Pluto ditemukan, Ernest W. Brown segera menyimpulkan bahwa prediksi ini hanya kebetulan saja;[59] pendapat ini masih dipercayai sampai sekarang.[57]
Pengelompokan
Sejak 1992 sampai seterusnya, banyak benda angkasa yang ditemukan mengorbit di wilayah yang sama seperti Pluto, artinya Pluto merupakan bagian dari populasi objek bernama sabuk Kuiper. Hal ini membuat status planetnya dipertanyakan. Banyak pihak mempersoalkan tergolong atau tidaknya Pluto dengan populasi sekitarnya. Direktur museum dan planetarium menciptakan kontroversi dengan menurunkan Pluto dari model planet-planet Tata Surya. Hayden Planetarium dibuka kembali—bulan Februari 2000 setelah direnovasi—dengan model delapan planet dan baru diliput secara luas hampir satu tahun kemudian.[60]
Seiring ditemukannya objek-objek yang ukurannya sama dengan Pluto di wilayah tersebut, para ilmuwan berpendapat bahwa Pluto perlu dikelompokkan sebagai salah satu objek sabuk Kuiper; Ceres, Pallas, Juno, dan Vesta juga kehilangan status planetnya setelah banyak asteroid ditemukan di sekitarnya. Tanggal 29 Juli 2005, para astronom mengumumkan penemuan objek trans-Neptunus baru, Eris, yang diperkirakan lebih besar daripada Pluto. Ini merupakan objek terbesar yang ditemukan di Tata Surya sejak Triton tahun 1846. Para penemu dan pers awalnya menyebut Eris planet kesepuluh, tetapi tidak ada konsensus resmi perihal status planetnya.[61] Pihak lain di komunitas astronom menganggap penemuan ini alasan terkuat untuk mengganti status Pluto menjadi planet minor.[62]
Pengelompokan IAU
Perdebatan mulai muncul pada tanggal 24 Agustus 2006 seiring diterbitkannya resolusi IAU yang menetapkan definisi kata "planet" secara resmi. Menurut resolusi tersebut, ada tiga syarat utama agar suatu objek dapat dianggap sebagai "planet":
- Objek tersebut harus mengorbit Matahari.
- Objek tersebut memiliki massa yang cukup untuk menciptakan medan gravitasinya sendiri. Lebih spesifiknya, gravitasinya harus mengubah bentuk objek tersebut ke dalam keadaan kesetimbangan hidrostatis.
- Objek tersebut harus membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.[63][64]
Pluto gagal memenuhi syarat ketiga, karena massany hanya 0,07 kali massa objek-objek lain di orbitnya (sebagai perbandingan, massa Bumi 1,7 juta kali lipat massa objek yang tersisa di orbitnya).[62][64] IAU juga memutuskan bahwa benda-benda seperti Pluto yang tidak memenuhi syarat ketiga akan dikelompokkan sebagai planet katai. Pada tanggal 13 September 2006, IAU memasukkan Pluto dan Eris beserta sateltinya, Dysnomia, ke Minor Planet Catalogue. Masing-masing diberi penanda planet kecil resmi "(134340) Pluto", "(136199) Eris", dan "(136199) Eris I Dysnomia".[65]Apabila Pluto diberi penanda saat ditemukan, angka penandanya sekitar 1.164, bukan 134.340.
Ada berbagai penolakan dari komunitas astronom terkait pengelompokan ulang ini.[66][67][68] Alan Stern, penyidik utama misi New Horizons NASA ke Pluto, menolak resolusi IAU secara terbuka; ia menyatakan bahwa "definisi ini jelek karena alasan teknis".[69] Stern keberatan karena menurut definisi baru ini, Bumi, Mars, Jupiter, dan Neptunus yang berbagi orbit dengan asteroid tidak bisa dikatakan sebagai planet.[70] Ia berpendapat bahwa semua satelit bulat berukuran besar, termasuk Bulan, justru bisa dikatakan sebagai planet.[19] Klaim Stern yang lain adalah karena kurang dari lima persen astronom yang mendukung resolusi ini, keputusan IAU tidak mewakili seluruh komunitas astronom.[70] Marc W. Buie, astronom Observatorium Lowell, menyampaikan pendapatnya soal definisi baru ini di situs webnya dan menolak definisi ini.[71] Astronom lainnya mendukung IAU. Mike Brown, astronom yang menemukan Eris, mengatakan bahwa "melalui prosedur rumit yang mirip sirkus ini, entah bagaimana muncullah jawaban yang tepat. Jawaban ini sudah dinanti-nanti. Ilmu pengetahuan pada akhirnya akan memperbaiki diri sendiri meskipun melibatkan emosi yang kuat."[72]
Tanggapan masyarakat terhadap keputusan IAU beragam. Walaupun banyak yang menerima pengelompokan ulang ini, banyak pula pihak yang berusaha membatalkan keputusan ini lewat petisi daring agar IAU mempertimbangkan kembali definisi baru tersebut. Resolusi yang diperkenalkan oleh beberapa anggota Majelis Negara Bagian California menyebut keputusan IAU sebagai "penistaan ilmu pengetahuan".[73] Dewan Perwakilan Rakyat New Mexico mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa Pluto diakui sebagai planet di langit New Mexico sebagai penghormatan kepada Tombaugh, warga New Mexico; resolusi tersebut juga menyatakan 13 Maret 2007 sebagai Hari Planet Pluto.[74][75]Senat Illinois mengesahkan resolusi serupa pada tahun 2009 atas dasar bahwa Clyde Tombaugh, penemu Pluto, lahir di Illinois. Resolusi tersebut menegaskan bahwa Pluto "diturunkan statusnya secara tidak adil menjadi planet 'kerdil'" oleh IAU.[76] Sejumlah tokoh masyarakat juga menolak perubahan ini atas alasan tidak adanya kesepakatan di kalangan ilmuwan seputar isu ini atau kemungkinan bahwa para ilmuwan selalu mengakui Pluto sebagai planet dengan alasan sentimental sekalipun keputusan IAU menyatakan sebaliknya.[77]
Pada tahun 2006, dalam pemilihan Kata Pilihan ke-17, American Dialect Societymemilih plutoed (terplutokan) sebagai kata pilihan tahun 2006. "Memplutokan" berarti "menurunkan derajat atau nilai seseorang atau sesuatu".[78]
Peneliti dari dua kubu yang bertentangan mengadakan pertemuan pada tanggal 14–16 Agustus 2008 di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory. for a conference that included back-to-back talks on the current IAU definition of a planet.[79] Dengan tajuk "The Great Planet Debate",[80] konferensi ini merilis pernyataan pascakonferensi bahwa para ilmuwan gagal menyepakati definisi planet.[81] Tepat sebelum konferensi ini, pada tanggal 11 Juni 2008, IAU mengumumkan bahwa kata "plutoid" akan digunakan untuk menyebut Pluto dan objek-objek lain dengan sumbu semi-mayor orbit yang lebih besar daripada sumbu semi-mayor Neptunus dan massa yang cukup untuk membuatnya nyaris bulat.[82][83][84]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar